KPK, pada 29 Agustus 2011 lalu, menangkap kuasa PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) Kemenakertrans I Nyoman Suisanaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Dadong Irbarelawan. KPK juga mengamankan barang bukti uang tunai Rp 1,5 miliar. Ketiga orang itu sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Karena uangnya belum sampai ke tangan Muhaimin, makanya untuk Dharnawati pasal sangkaan percobaan penyuapan,” kata Wakil Ketua KPK M Jasin kepada detik+.
Nah dugaan keterlibatan Banggar dalam kasus itu diungkap oleh Farhat Abbas, pengacara Dharnawati. Menurut Farhat, kliennya diwajibkan membayar commitment fee sebesar 5-10 persen dari total nilai proyek Rp 500 miliar. Uang itu lantas dibagikan ke Banggar dan kementerian.
Dadong juga membenarkan adanya commitment fee tersebut. Kuasa hukum Dadong, Syafri Noer menjelaskan, kliennya hanya dititipi uang Rp 1,5 miliar untuk kemudian dibagi-bagikan kepada sejumlah orang termasuk kepada 3-4 anggota Badan Anggaran DPR.
"Iya, dua orang itu (Nyoman dan Dadong), mengatakan itu atas suruhan Muhaimin. Selain itu keduanya juga mengatakan akan menyampaikan uang tersebut ke DPR, di Banggar," kata Farhat saat dikonfirmasi detik+.
Dari kesaksian itu, KPK pun bergerak meminta keterangan Banggar. Keempat pimpinan Banggar membantah menerima commitment fee. Tapi KPK masih menjadwalkan untuk kembali memeriksa pimpinan Banggar terutama Tamsil dan Olly, pada 28 September.
Para pimpinan Banggar pun tersinggung. Tamsil dan Olly menolak diperiksa dengan alasan apa yang mereka lakukan adalah kebijakan. Mereka menganggap KPK tidak tahu kerja Banggar. Sikap itu didukung pimpinan Banggar lainnya.
Maka usai diperiksa KPK, Banggar mengirimkan surat kepada pimpinan DPR yang isinya meminta agar pimpinan DPR menjelaskan kepada jajaran Polri, KPK dan Kejaksaan Agung tentang mekanisme kerja Banggar.
Banggar pun mengancam mogok membahas APBN 2012 dan melimpahkannya kepada pimpinan DPR. Pelimpahan ini dengan alasan Banggar tidak ingin dijadikan pesakitan, karena salah tafsir penegak hukum terhadap fungsinya.
Menuruti curhat Banggar, Pimpinan DPR lantas akan mengumpulkan para penegak hukum baik KPK, Mabes Polri maupun Kejaksaan Agung, Rabu, 28 September 2011. Namun KPK menolak menghadiri undangan tersebut. Ada dua alasan disampaikan KPK.
Pertama pimpinan KPK menolak datang adalah KPK saat ini melaksanakan proses penyelidikan, di mana 4 anggota DPR yang juga pimpinan Banggar dimintai keterangan sebagai saksi. Alasan kedua, KPK menjaga kredibilitas KPK dan DPR.
"Pimpinan KPK meminta agar DPR memahami ketidakhadiran pimpinan KPK ke DPR,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi.
Menanggapi penolakan KPK, Wakil Ketua DPR balik meminta KPK agar menghormati DPR. Sedangkan Ketua DPR Marzuki Ali mengancam DPR bisa melakukan penyanderaan terhadap pimpinan KPK bila tidak menghadiri undangan DPR.
Marzuki merujuk UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) pasal 72-73, yang isinya DPR berhak memanggil siapapun dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangannya. “Kalau terus menolak hadir, sanksinya pun jelas diatur, bahwa DPR bisa menyandera pimpinan KPK,” kata Marzuki.
Sejatinya rapat konsultasi antara DPR, Kejagung, Polri dan KPK itu akhirnya batal. Semua pihak yang diundang tidak hadir dengan alasan undangan DPR terlalu mendadak. Rapat lalu diundur pada Kamis, 29 September. Namun dalam rapat itu KPK tidak datang.
Sementara Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief hadir. Empat pimpinan Banggar ikut dalam rapat tersebut. Dalam rapat itu, Ketua Banggar Melchias Mekeng langsung membantah Banggar telah mogok membahas anggaran. Ancaman mogok Banggar sebelumnya telah dikecam banyak pihak.
"Tidak ada kata mogok atau ngambek membahas anggaran. Sampai sekarang semua pembahasan anggaran masih berjalan," ujar Mekeng.
Pada hari yang sama, saat KPK tak memenuhi undangan DPR, Wakil Banggar yang dipanggil KPK pun Tamsil dan Olly pun mangkir dari pemeriksaan.
KPK dan DPR lantas sama-sama kembali melayangkan panggilan. KPK kembali memanggil Tamsil dan Olly untuk diperiksa Senin, 3 Oktober. DPR pun menjadwalkan kembali mengundang KPK pada hari yang sama.
Kali ini KPK memastikan akan menghadiri undangan DPR setelah lembaga legislatif itu memberi jaminan rapat tidak akan dihadiri empat pimpinan Banggar. “Kali ini jelas disebutkan tidak melibatkan pimpinan Banggar dalam rapat kali itu," kata Johan.
Sama dengan sikap KPK yang mau datang ke DPR, Tamsil dan Olly pun menyatakan akan memenuhi panggilan KPK.
Namun ternyata polemik tidak berhenti di sini. DPR masih mengatur-atur KPK agar selanjutnya tidak lagi memeriksa pimpinan Banggar. Marzuki meminta KPK tidak memeriksa anggota Banggar selama satu bulan. Alasannya agar Banggar fokus menyelesaikan RAPBN 2011.
"Fokus kawal RAPBN 2012 ini. Ini hampir Rp 1.300 triliun. Apalah arti KPK hanya mengejar berapa miliar. Ada dua hal yang harus kita pertimbangkan, Makanya tunda dululah, begitu," kata Marzuki. Permintaan Marzuki tentu saja langsung menuai kritik tajam.
sumber : detiknews.com
“Karena uangnya belum sampai ke tangan Muhaimin, makanya untuk Dharnawati pasal sangkaan percobaan penyuapan,” kata Wakil Ketua KPK M Jasin kepada detik+.
Nah dugaan keterlibatan Banggar dalam kasus itu diungkap oleh Farhat Abbas, pengacara Dharnawati. Menurut Farhat, kliennya diwajibkan membayar commitment fee sebesar 5-10 persen dari total nilai proyek Rp 500 miliar. Uang itu lantas dibagikan ke Banggar dan kementerian.
Dadong juga membenarkan adanya commitment fee tersebut. Kuasa hukum Dadong, Syafri Noer menjelaskan, kliennya hanya dititipi uang Rp 1,5 miliar untuk kemudian dibagi-bagikan kepada sejumlah orang termasuk kepada 3-4 anggota Badan Anggaran DPR.
"Iya, dua orang itu (Nyoman dan Dadong), mengatakan itu atas suruhan Muhaimin. Selain itu keduanya juga mengatakan akan menyampaikan uang tersebut ke DPR, di Banggar," kata Farhat saat dikonfirmasi detik+.
Dari kesaksian itu, KPK pun bergerak meminta keterangan Banggar. Keempat pimpinan Banggar membantah menerima commitment fee. Tapi KPK masih menjadwalkan untuk kembali memeriksa pimpinan Banggar terutama Tamsil dan Olly, pada 28 September.
Para pimpinan Banggar pun tersinggung. Tamsil dan Olly menolak diperiksa dengan alasan apa yang mereka lakukan adalah kebijakan. Mereka menganggap KPK tidak tahu kerja Banggar. Sikap itu didukung pimpinan Banggar lainnya.
Maka usai diperiksa KPK, Banggar mengirimkan surat kepada pimpinan DPR yang isinya meminta agar pimpinan DPR menjelaskan kepada jajaran Polri, KPK dan Kejaksaan Agung tentang mekanisme kerja Banggar.
Banggar pun mengancam mogok membahas APBN 2012 dan melimpahkannya kepada pimpinan DPR. Pelimpahan ini dengan alasan Banggar tidak ingin dijadikan pesakitan, karena salah tafsir penegak hukum terhadap fungsinya.
Menuruti curhat Banggar, Pimpinan DPR lantas akan mengumpulkan para penegak hukum baik KPK, Mabes Polri maupun Kejaksaan Agung, Rabu, 28 September 2011. Namun KPK menolak menghadiri undangan tersebut. Ada dua alasan disampaikan KPK.
Pertama pimpinan KPK menolak datang adalah KPK saat ini melaksanakan proses penyelidikan, di mana 4 anggota DPR yang juga pimpinan Banggar dimintai keterangan sebagai saksi. Alasan kedua, KPK menjaga kredibilitas KPK dan DPR.
"Pimpinan KPK meminta agar DPR memahami ketidakhadiran pimpinan KPK ke DPR,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi.
Menanggapi penolakan KPK, Wakil Ketua DPR balik meminta KPK agar menghormati DPR. Sedangkan Ketua DPR Marzuki Ali mengancam DPR bisa melakukan penyanderaan terhadap pimpinan KPK bila tidak menghadiri undangan DPR.
Marzuki merujuk UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) pasal 72-73, yang isinya DPR berhak memanggil siapapun dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangannya. “Kalau terus menolak hadir, sanksinya pun jelas diatur, bahwa DPR bisa menyandera pimpinan KPK,” kata Marzuki.
Sejatinya rapat konsultasi antara DPR, Kejagung, Polri dan KPK itu akhirnya batal. Semua pihak yang diundang tidak hadir dengan alasan undangan DPR terlalu mendadak. Rapat lalu diundur pada Kamis, 29 September. Namun dalam rapat itu KPK tidak datang.
Sementara Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief hadir. Empat pimpinan Banggar ikut dalam rapat tersebut. Dalam rapat itu, Ketua Banggar Melchias Mekeng langsung membantah Banggar telah mogok membahas anggaran. Ancaman mogok Banggar sebelumnya telah dikecam banyak pihak.
"Tidak ada kata mogok atau ngambek membahas anggaran. Sampai sekarang semua pembahasan anggaran masih berjalan," ujar Mekeng.
Pada hari yang sama, saat KPK tak memenuhi undangan DPR, Wakil Banggar yang dipanggil KPK pun Tamsil dan Olly pun mangkir dari pemeriksaan.
KPK dan DPR lantas sama-sama kembali melayangkan panggilan. KPK kembali memanggil Tamsil dan Olly untuk diperiksa Senin, 3 Oktober. DPR pun menjadwalkan kembali mengundang KPK pada hari yang sama.
Kali ini KPK memastikan akan menghadiri undangan DPR setelah lembaga legislatif itu memberi jaminan rapat tidak akan dihadiri empat pimpinan Banggar. “Kali ini jelas disebutkan tidak melibatkan pimpinan Banggar dalam rapat kali itu," kata Johan.
Sama dengan sikap KPK yang mau datang ke DPR, Tamsil dan Olly pun menyatakan akan memenuhi panggilan KPK.
Namun ternyata polemik tidak berhenti di sini. DPR masih mengatur-atur KPK agar selanjutnya tidak lagi memeriksa pimpinan Banggar. Marzuki meminta KPK tidak memeriksa anggota Banggar selama satu bulan. Alasannya agar Banggar fokus menyelesaikan RAPBN 2011.
"Fokus kawal RAPBN 2012 ini. Ini hampir Rp 1.300 triliun. Apalah arti KPK hanya mengejar berapa miliar. Ada dua hal yang harus kita pertimbangkan, Makanya tunda dululah, begitu," kata Marzuki. Permintaan Marzuki tentu saja langsung menuai kritik tajam.
sumber : detiknews.com